Kamis, 08 September 2011

Khawatir…, Siapa Takut?

Dear, kenalin namaku Cikut. Kini, saya sedang persiapan menghadapi masa-masa kelulusan SMA. Ya.., tiga tahun sekolah di SMA ini rasanya cepat sekali berlalunya. Ketika menghadapi masa-masa akhir seperti ini, kadang saya dihadapkan pada pertanyaan hal apa yang akan terjadi terhadap diriku selepas SMA. Bagiku, masa selepas SMA merupakan masa lepas landas diri dari ke ketergantungan orang tua. Memang, mungkin dari segi financial, kebutuhan kita masih di sokong oleh orang tua yang selalu setia memberikan yang terbaik bagi kita sampai saat ini. Namun, bagaimanapun juga saya sudah mendekati masa dewasa. Kita mau tidak mau akan dituntut mampu mandiri dan tidak tergantung pada orang tua.

Kadang, saya merasa begitu khawatir dengan masa depanku. Kini, rasanya tugas-tugas dan berbagai masalah datang berganti silih berganti. Rasanya, saya menjadi sangat takut kalo saya ini tidak mampu bertahan di masa yang akan datang. Kini saja, rasanya, diriku sudah ngos-ngosan menghadapi semua itu. Hal yang jadi pertanyaan adalah sampai kapan aku mampu bertahan. Mungkin, hal ini terkesan agak berlebihan. Tapi, hal itulah yang terjadi padaku. Masa depan saya rasakan adalah masa yang dipenuhi dengan ketidakpastian. Ketidakpastian inilah yang membuat diriku begitu khawatir.

Pada dasarnya, kekhawatiran itu adalah hal yang wajar dimiliki manusia. Rasa khawatir adalah mekanisme di dalam diri manusia agar lebih waspada. Manusia yang waspada akan segera mempersiapkan dirinya agar mampu bertahan sekaligus berjuang ketika kondisi yang kita khawatirkan dan kita takutkan itu benar-benar terjadi. Itu sich kondisi normal. Namun, kekhawatiran yang berlebihan malah membuat diriku tak berdaya dan mendorongku untuk berhenti berjuang. Saya sempat merasa begitu lemah sampai diriku tak mampu lagi melihat adanya harapan di balik segala ketakutan dan kekhawatiranku.

Saya sadari kekhawatiran ini bisa berefek boomerang bagi diriku sendiri. Terus terang, bila saya memikirkan hal itu, hidupku malah terasa terbebani dan saya jadi tidak mampu hidup secara loss. Ketakutan dan kekhawatiran itu sempat membuatku lumpuh dan tidak bisa berbuat apa-apa. Banyak cara saya coba agar kekhawatiran itu hilang.

Kucoba meluangkan waktu sejenak dan merelakskan diriku dalam keheningan meditasi. Dengan memainkan nafas secara lebih dalam, kucoba menikmati sekaligus meresapi setiap nafas yang saya lakukan.Meskipun agak kesulitan, akhirnya saya mampu sedikit demi sedikit menghilangkan perasaan khawatirku. Kini saya tahu, kata kunci untuk menghadapi ini semua adalah ketenangan. Ketenangan akan membuat kita mampu melihat segala sesuatu secara lebih jernih. Di dalam kejernihan itulah kita akan menemukan jawaban atas segala permasalah kita.

Akhirnya, saya mendapatkan secercah pencerahan dalam hidupku. Saya sadari kekhawatiran itu muncul karena saya terlalu focus pada hal yang saya tidak miliki atau hal yang belum terjadi pada diri saya. Kesalahanku dalam hal ini adalah saya terlalu memforsir energiku hanya sekedar untuk mengurusi segala ketakutan dan kekhawatiranku. Hal itu membuat diriku menjadi tidak realistis dan tidak memandang kehidupan ini secara lebih obyektif. Hal itu nampak dari caraku memandang diriku sendiri. Saya lebih melihat kelemahan yang ada di dalam diriku dan mengabaikan segala kekuatan yang salya miliki. Akibatnya, saya sendirilah yang tidak berkembang dan hanya terkungkung di dalam ketakutanku.

Saya adalah tuan rumah atas diriku sendiri. Ketakutan dan kekhawatiran tidak boleh mengendalikan kehidupanku. Justru sayalah yang mesti mengendalikan ketakutan dan kekhawatiranku. Saya tidak boleh menciptakan musuh di dalam diriku sendiri karena itu akan menghambatku. Cara pertama untuk menghadapi rasa takut dan khawatirku adalah dengan membuat diriku aman dan nyaman terhadap diriku sendiri. Saya harus sadar bagaimanapun juga saya punya kelemahan. Namun, kelemahan itu bukanlah hambatan melainkan sebuah tantangan agar saya bisa terus berkembangan.

Kadang, hal yang muncul di benak diriku adalah adanya ketakutan untuk gagal. Hal inilah yang membuatku rada sulit memberanikan diriku untuk mencoba. Namun, bagaimana kita bisa tahu gagal kalau diriku tidak mau mencoba. Saya sadari hidup itu adalah sebuah proses belajar dan kegagalan adalah salah satu dari pelajaran penting di dalamnya. Kegagalan memang menyakitkan tapi sebagai sebuah proses, kegagalan akan menjadi bermakna jika kita melihatnya secara positif.

Khawatir dan takut itu muncul karena diriku tidak mampu menyadari begitu banyak kebaikan yang Tuhan berikan padaku dan mensyukuriku. Kini, hidupku jauh lebih tenang ketika saya mencoba berparadigma hidup itu adalah rahmat. Rahmat yang begitu berlimpah sampai sampai diriku tak mampu menampungnya. Rahmat itu muncul dan saya rasakan tidak hanya pada hal yang baik saja tetapi pada hal yang buruk. Rahmat Tuhan membantuku menemukan harapan yang bisa menaklukan kekhawatiran dan ketakutanku. Harapan itu muncul dari iman dan iman itu bermodalkan kepercayaan bahwa Tuhan itu begitu baik bagiku. Saya percaya Tuhan akan menopangku dan memberiku kekuatan ketika saya menghadapi begitu banyak kesulitan dan lika-liku kehidupan yang rumit. Ia tidak akan pernah membiarkan domba-dombanya terlantar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar