Kamis, 08 September 2011

MENIMBA INSPIRASI DI LERENG MERAPI



Sebuah Refleksi Singkat Live in, 22-27 September 2007



Sebuah Kejutan Awal
Banyak insipirasi yang dapat saya petik selama live in di Sanggar seni Mas Ismanto. Dalam Imajinasiku sebelum berangkat, sanggar seni itu adalah sebuah galeri seni yang besar dan mewah seperti sanggar seni seniman lain yang saya pernah datangi seperti galeri Affandi di Yogyakarta. Hal itu berawal karena saya menganggap Mas Ismanto adalah seorang seniman multi talent yang hebat. Gambaran ini semakin dikuatkan ketika kami dijemput di Perempatan Tlatar. Deru motor gede meledak-ledak sudah terdengar dari jauh dengan dikemudikan seorang yang cukup gemuk dengan rambut keriting yang diikat. “Gila…, keren banget ini orang!” kataku dalam hati. Mas Ismanto menjemput kami diiringi dua motor yang dikemudikan oleh para anak buahnya. Selama perjalanan, kami benar-benar merasakan bagaimana alam pedesaan yang asri dengan sawah dan kebun terhampar luas di kaki Merapi.
Ketika sampai di rumahnya, saya bersama Arista, Jethro, Hario Kristo, kaget karena kenyataanya, rumahnya tidak seperti gambaran yang ada di otak kami. Rumah berupa gubug dengan dinding gedhek dan lantai beralaskan tanah menyambut kedatangan kami. Buku-buku tersusun secara rapi di dalam lesung (aneh khan, tapi menurutku kreatif banget). Berbagai patung dan lukisan ada rasanya memenuhi ruang dengan lincak sebagai tempat kongkow-kongkow di depat TV. Salah satu patung yang menarik adalah patung kepala Budha yang bolong wajahnya. Patung ini merupakan bagian dari karya yang memenangkan juara pertama lomba seni rupa UNESCO. Patung lain yang kelihatannya cukup nyleneh adalah patung “Rahim”. Patung ini berupa batu kotak dengan lubang di dalamnya yang berbentuk Maria. Kata Mas Ismanto, patung ini adalah patung termahal yang pernah dibuatnya dengan tawaran senilai Rp.108.000.000,00 dan sampai sekarang belum mau dilepasnya.
Di awal live in, ia memberikan kebebasan kepada kami untuk memperdalam hal yang kami inginkan mulai dari belajar melukis, teater, membuat patung, cetak fiber, dan mengolah sampah. Namun, pada intinya, kami diharapkan untuk bisa belajar menerima orang dengan senyuman dan belajar berpikir secara kreatif.

Menggali Makna Mendalam dari Kesederhanaan

Aneh & konyol…, patung sederhana seperti itu bisa ditawar seharga itu. Saya pikir gila orang yang mau menawar dengan nilai setinggi itu. Namun, saya akhirnya mengerti, di dalam bentuk yang sederhana itu terkandung makna yang sangat dalam. Ya…, rahim adalah sumber kehidupan dan karya itu menggambarkan relasi manusia dengan penciptanya. Meskipun ia belum pernah mengenal seminari, tapi menurutku, Mas Ismanto adalah orang yang reflektif dan mampu memberikan nilai spiritual melalui setiap karyanya agar manusia selalu bermenung. Jadi, karya itu bernilai tinggi bukan hanya karena bentuknya, tetapi kedalaman makna yang ada di dalamnya.
Meskipun dengan kemampuannya ia dapat menghasilkan uang yang banyak, rasanya Mas Ismanto adalah orang yang bersahaja. Kekayaan harta tidak begitu ditonjolkan tetapi kekayaan refleksi terlihat sekali di dalam rumah dan karyanya.
Lukisan-lukisan dengan gambar telanjang baik di dinding maupun di buku-bukunya mengubah paradigmaku mengenai tubuh. Selama ini bila saya melihat ketelanjangan pikiranku langsung ke arah negatif. Di rumah Ismanto, paradigmaku berubah. Tubuh yang telanjang sangat memiliki makna yang mendalam dan salah satu yang saya bisa petik adalah pada dasarnya kita ini adalah manusia biasa yang memiliki keterbatasan. Ketelanjangan bermakna sikap pasrah kepada Tuhan dengan segala keterbukaan dan kesederhanaan sebagai manusia.

Kedalaman Spiritual, Berawal dari Kepekaan

Berpikir kreatif, itu kata kunci yang bisa saya tangkap selama live in ini. Hal yang sangat sederhana dan ada di sekitar kita memiliki potensi yang bisa kita eksplorasi secara lebih dalam. Dengan “minyak jayakaton”, yakni keterbukaan paradigma dalam memandang sesuatu, kita bisa menimba banyak hal dari setiap benda. Untuk menjadi kreatif, dibutuhkan kepekaan melihat tanda-tanda. Salah satu contohnya adalah selembar daun Jati. Selama ini kita terfokus daun jati hanya berguna sebagai bungkus makanan. Fokus inilah yang membuat orang berpikiran sempit dan tidak mampu melihat hal yang terkandung di dalamnya. Padahal, dengan hanya daun jati, orang dapat mendongeng. Dengan daun jati pula dapat dibuat karya seni bernilai tinggi seperti patung. Mas Ismanto memberikan inspirasi pada sutradara Garin Nugroho mengenai kedalaman spiritual selembar daun jati dan dihasilkan sebuah film dengan Mas Ismanto sebagai bintangnya. Film ini baru beredar di luar negeri dan mungkin baru tahun depan akan hadir di Indonesia.
Seharusnya, hal inilah yang mendasari saya dalam berefleksi. Peristiwa kejadian yang sepele dapat diambil makna yang mendalam jika kita peka dan berani melihat sebuah peristiwa dari berbagai aspek dan cara pandang. Dari hal ini saya akan bisa memaknai hari-hariku secara mendalam dan memperoleh madu-madu yang bisa saya petik. Saya harus mencoba Duc in Altum, menyelami secara lebih dalam kehidupan ini agar saya bisa merasakan betapa baiknya Tuhan berkarya di dalam hidup ini. Dengan merasakan kebaikan-Nya, saya bisa bersyukur dan berkarya dengan semangat.

Memaknai Sebuah Proses untuk Merasakan Perjuangan

Melihat anak buahnya bekerja, saya melihat sebuah karya itu ada melalui sebuah proses panjang. Selama ini saya hanya memandang sesuatu pada hasil akhirnya tanpa memandang perjalanan bagaimana hasil harya itu bisa tercipta. Sebuah patung batu jadi berasal dari sebongkah batu yang bentuknya tidak karuan. Awalnya dibentuk modelnya berupa sketsa atau patung berukuran kecil. Ingat…, sebuah lekukan patung sekecil apapun sebuah patung berasal dari patahan serpihan batu yang kecil-kecil. Sedikit demi sedikit batu itu di cungkil dengan pahat, dihaluskan dengan batu halus serta amplas dan akhirnya menjadi patung. Proses panjang itulah yang menjadikan sebuah karya bernilai tinggi. Memaknai sebuah proses adalah hal yang sangat sulit bagiku. Selama ini saya hanya terpaku pada hasil, jika saya gagal saya jatuh pada kekecewaan yang dalam. Padahal, saya yakin seseorang itu dibentuk melalui setiap proses yang dilaluinya bukan dari hasil yang diperolehnya.
Bila kita melihat kesuksesan mas Ismanto sekarang, mungkin tidak ada yang menduga Mas Ismanto hanyalah lulusan SMP. Lulus SMP ia merantau ke Jakarta dan menjadi pembantu rumah tangga. Meskipun begitu ia tidak mau jatuh dan menyerah pada nasib karena ia sadar seseoranglah yang menentukan nasibnya. Dengan modal kursus pahat di Bali selama tiga bulan, ia mengembangkan kemampuannya secara otodidak sehingga mampu sukses seperti ini. Saya meyakini hal ini adalah buah dari ketekunan yang telah dilalui Mas Ismanto. Inilah perjuangan Mas Ismanto yang bisa saya ambil pelajarannya.

Jadilah Orang yang Berkualitas

Meskipun ia tinggal di pedalaman Merapi bukan ditempat strategis, ia percaya bahwa emas pasti akan berkilauan sekalipun berada di tempat terpencil dan dengan kilaunya itu, orang-orang akan berusaha menemukan emas yang ada. Kualitas karyalah yang membuat orang rela bersusah payah ke lereng merapi untuk bisa mendapatkan karya yang bagus. Menjadi orang yang berkualitas, kata yang kelihatannya gampang dikerjakan. Namun, menjadi sulit jika dikerjakan. Kualitas kerja dinilai oleh orang lain tetapi dapat dikembangkan oleh diri sendiri. Unsur yang terkandung di dalamnya adalah tanggung jawab dan ketekunan.
Saya harus memiliki nilai lebih dari manusia yang lain karena kualitas dapat dilihat dari hal itu. Meskipun ukuran pasti pribadi berkualitas tidak dapat ditentukan secara pasti tetapi kualitas itu dapat dirasakan. Kita dapat menilai kualitas diri melalui refleksi. Refleksi adalah pantulan diri kita yang nampak dalam perilaku sehari-hari. Meskipun tidak ada seorangpun yang sempurna di dunia, tapi saya yakin saya bisa berjuang terus mencapai kesempurnaan.

Lihatlah Masalahnya Secara Lebih Dalam

Dinamika kehidupan rumah tangga bisa saya amati dan dengar dari Mas Ismanto sendiri. Ternyata, hidup berkeluarga pun memiliki banyak suka duka mulai dari cemburu sampai kecurigaan akan selingkuh. Dengan terbukanya, Mas Ismanto mengungkapkan segala unek-unek mengenai keluarga. Bagiku, rasanya sangat aneh jika ada orang yang mau membuka masalah di dalam keluarganya karena bisa saja kami menceritakan pada orang lain dan timbul gosip lain yang bisa saja memperburuk keadaan. Menurutku, keterbukaan itu memperlihatkan Mas Ismanto sudah mampu mengolah semua masalahnya secara baik sehingga ia mampu terbuka. Kelihatannya, masalah yang ada tidak dijadikan beban tetapi menjadi bahan pelajaran untuk modal hidupnya. Inilah cara pandang yang bagiku baru karena selama ini saya merasa masalah yang ada kadang terasa sangat membebaniku. Pikiranku sudah seharusnya terbuka setelah live in ini, saya tidak boleh hanya terfokus pada masalahnya tetapi mencoba terus mendalami masalahnya untuk mendapatkan penyelesaiannya. Terlalu fokus pada masalah menyebabkan orang tertutup pada kemungkinan yang ada dan hanya berputar-putar terus meratapi masalah yang ada.
Programlah Dirimu dan Jangan Ragu Berkomunikasi

Setiap kali ia membuat patung, Mas Ismanto selalu membuat semacam briefing agar terbentuk pola kerja yang sistematis dan efektif. Masing-masing pekerja mendapatkan bagian kerjanya sendiri. Dengan memprogram kerja karyanya ini, masing-masing orang dapat dengan jelas mengetahui tujuan kerja yang harus dicapainya.
Meskipun dalam keseharianku saya juga sering memprogram hidupku, namun hal yang masih menjadi hambatanku adalah kemampuanku untuk membuat prioritas masih belum terlalu baik. Kalaupun programnya sudah baik, kadang saya pun dihadapkan pada rasa malas dan kurang peduli dengan apa yang menjadi tanggung jawabku. Kebiasaan menunda adalah salah satu mengapa kadang program hidupku kurang berjalan dengan baik. Mungkin, program yang saya buat selama ini kurang saya singkronkan dengan tujuan hidupku yang harus saya capai sehingga greget kerja belum terasa. Dengan mengingat tujuan, orang akan menjadi terpacu dan bersemangat untuk berkarya.
Dari sheringnya, Mas Ismanto mengaku mengalami hambatan dalam setiap karyanya. Meskipun di dalam tim kerjanya cukup solid dan memiliki keahlian yang cukup, kadang ada masalah miskomunikasi di antara mereka. Kesalahan sekecil apapun yang terjadi di dalam sebuah karya akan nampak bila kita jeli dan teliti.Komunikasi mutlak diperlukan dalam satu tim kerja. Dari pengalamannya, Mas Ismanto kadang kesal karena terjadi kesalahan-kesalahan hanya karena kurang terjalinnya komunikasi. Bila terjadi kesalahan, otomatis kesalahan itu harus diperbaiki. Mas Ismanto merasa kesalahan yang ada merugikan banyak hal antara lain waktu dan uang upah kerja.
Komunikasi…, kadang adalah hal yang sulit bagiku. Kadang, saya memaksakan sesuatu hanya dari kehendak saya. Dan bila diberi tahu, kadang saya jadi mutung dan malas mengerjakan sehingga hasil yang dicapai kurang maksimal. Kemampuanku untuk menjadi pedengar yang baik rasanya jauh dari baik. Saya merasa lebih mendahulukan mood dari pada kerjasama yang terjalin.Kerapkali juga, saya sungkan untuk bertanya karena saya sudah merasa mampu. Padahal, komunikasi itu penting agar segala sesuatu dapat terjadi sesuai dengan rencana. Ada baiknya saya lebih rendah hari dan mau belajar berkomunikasi.

Imam, Harus Peduli dan Produktif

Dalam suatu kesempatan, kami berjumpa dengan Rm.Kirjito, Pastor Paroki Sumber. Di sana kami berdiskusi mengenai banyak hal. Rm Kirjito adalah pribadi yang menarik bagiku. Meskipun ia berkarya di tempat yang terpencil, namun kekritisannya tidak menjadi tumpul.
Kebetulan saya diajak ke salah satu tempat penambangan pasir. Sebuah lubang raksasa terbentuk dibukit akibat penambangan sedalam 40 meter. Menurut Rm. Kirjito, penambangan ini adalah sebuah sistem pembodohan masyarakat secara sistematis. Memang upah menambang pasir itu cukup besar, namun tidak setiap hari mereka bekerja menambang karena harus bergiliran dengan desa-desa lain Saya mendengar bagaimana perjuangannya menghentikan penambangan pasir di lereng Merapi yang menurutnya lebih banyak merugikan masyarakat. Mata air yang ada sedikit demi sedikit mati, rusaknya lingkungan merapi, hilangnya niali lokal masyarakat, dan jalan rusak berlubang akibat aktivitas penambangan ini. Keuntungan yang besar hanya dinikmati oleh para pemodal yang tinggal di kota tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan.
Dari pribadinya, saya dapat belajar bahwa karya seorang imam tidak hanya sekedar sibuk mengurusi liturgi tapi juga harus bisa memberi kontribusi pada masyarakat. Kepeduliannya mencoba menyadarkan masyarakat Merapi akan bahaya penambangan memperlihatkan ia adalah seorang yang produktif bagi masyarakat.
Meskipun untuk sementara ini saya masih merenungi perjalanan hidup panggilan saya nantinya, melihat dari kenyataan itu saya menjadi tertantang untuk menjadi imam yang produktif.

Penutup, Awal yang Baik untuk Bergerak

Banyak hal yang saya bisa petik dari live in ini dan saya yakin masih ada banyak hal yang bisa saya olah dari perjalanan hidupku selama live ini.Dari Mas Ismantolah saya bisa belajar memaknai hidup secara beda dan mengajak saya untuk bisa berpikir secara kreatif sehingga bisa menghasilkan inovasi. Saya merasa dijungkirbalikkan selama live in ini karena banyak sekali hal baru dan paradigma yang bisa saya sadari bahwa paradigma itu kurang begitu tepat.
Saya merasa klop dengan pribadi Mas Ismanto dan Rm. Kirjito karena saya kembali disadarkan bawa saya haruslah menjadi diri sendiri. Semoga live in ini bisa menjadi awal yang baik untuk bergerak menuju ke kehidupan yang lebihbaik dan segala hal yang saya dapatkan bisa terus terbatinkan dalm diriku. Amen. Deo Gratias…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar